Woahhhh, hari itu saya
membelah diri seperti amuba. Ke mana-mana, mengurus apa yang harus diurus.
Kalau ada jurus bayangan seperti di kartun Naruto, mungkin sudah saya pelajari
sebelum negara api menyerang.
Tapi sudah cukup
mengeluhnya. Sengaja tidak saya lanjutkan keluhannya karena sedang tidak di
rumah sakit. Lagi pula jangan terlalu banyak mengeluh, kita hidup bukan untuk
mengeluh melainkan untuk mengadu.
Dasar pengadu!
Saya kala itu memulai
hari dengan bangun dari mimpi, mimpi cukup indah. Di mimpi saya bersama dia,
wanita yang akan di samping saya. Entah siapa. Mungkin kamu atau mungkin orang
lain. Jangan tanyakan ke saya. Tapi kalau kamu mau tanya, silahkan. Saya tidak
memaksa. Tapi kalau boleh saya mau request
ke kamu, tolong ucapkan “saya mau kamu.” saja, daripada kamu bertanya tentang
siapa yang ada di mimpi saya. Kalau tidak mau, yasudah. Saya tidak memaksa.
Lalu saya mandi. Jangan
dijelaskan! Saya mandi seperti manusia normal kok. Selesai mandi, selayaknya
manusia normal, saya bergegas pergi ke tempat yang saya tuju pertama kala itu,
yaitu sekolah. Ya, saya ke sekolah, menjalankan sedikit amanah untuk berbagi
ilmu. Di sana saya tidak menemukan hal yang menarik karena saya tidak sedang
ingin membuatnya. Sampai akhirnya saya mau.
Saya sengaja taruh
motor di sana. Di tempat yang sedikit ramai anak sekolah. Masih bisa di hitung
dengan jari siapa saja, kecuali ikan. Karena ikan tidak punya jari.
Saya tinggalkan motor
bersama kuncinya. Sengaja. Kemudian, saya pergi berbagi ilmu. Sejam tiba, saya
langsung ke motor, berharap motor saya tidak hilang dan ternyata hanya
dipindahkan tidak jauh dari tempat sebelumnya. Dasar bodoh! Sudah tau bensin
saya mau habis, bukannya diisiin. Jadi lah saya mengeluarkan uang untuk beli
bensin, padahal uang sudah menipis karena selama ini saya hanya dibayar dengan
keramahan. Miris saya lihat diri saya dan senang juga saya lihat diri saya.
Kamu tak pertu tau kenapa, ini urusan saya.
Lalu saya ke kampus.
Kampus baru saya. Ya, saya baru kuliah. Jurusan Tanah Abang-Paris. Saya ke sana
mengurus berkas meskipun si Berkas tidak mau kurus. Tak apa lah saya memaksa
sedikit. Maafkan saya berkas, saya tau kamu gendut.
‘Mas mahasiswa lama
ya?’ tanya seorang mahasiswa yang tampaknya di tugaskan melayani mahasiswa yang
ingin mengurus berkas.
‘Oh bukan kak. Saya
mahasiswa baru.’
‘Ini ngambil nomer
antrian untuk mahasiswa baru yang mana ya kak?’ tanya saya.
‘Oh yang ini dek.’
Yes! Saya di panggil
dek. Saya merasa lebih muda, terima kasih kakak yang saya beri nama Atsarisajad
karena ada tanda sujud di jidadnya.
Saya akhirnya menunggu
nomer antrian saya di panggil. Lalu ada perempuan duduk di samping saya.
Mahasiswa tampaknya. Diam saja dia, sok sibuk dengan handphone. Saya sapa dia,
‘Hai.’
‘Hai.’ Jawab dia dengan
sedikit senyum.
‘Nunggu apa?’ Saya
mulai bertanya aneh.
‘Nunggu antrian.’ Jawab
dia dengan tidak ada senyuman.
‘Ada hal yang menarik
gak di sini? Saya mahasiswa baru.’
‘Banyak kok.’
‘Apa aja?’
‘Hemm apa ya??
Orang-orangnya, UKM-nya, banyak deh. Emang kenapa?’
‘Saya sedikit bosan.’
‘Hooo.’
‘Kamu gak bosan?’
‘Sedikit sih.’
‘Menunggu memang
bosan.’
‘Hahaha, iya.’
‘Kamu tau?’
‘Apa?’
‘Kadang hal yang
manarik, kita sendiri yang buat. Tapi kadang juga Tuhan yang mendatangkan hal
menarik tersebut.’
Dia diam dan
mengangguk. Entah bagaimana tanggapan dia terhadap kesotoyan saya. Lalu tak
lama kemudian, nomer antrian saya di panggil. “Nomer 33!”
‘Saya duluan ya. Salam
kenal.’
‘Oh iya.’
‘Jangan lupa bahagia.’
‘Iya. Kamu juga.’
Katanya dengan senyuman yang mengikuti. Dia senang orang aneh yang di samping
dia sudah pergi.
Di sana saya menemui para
penggemar saya, “penggemar dalam diam”. Orang-orang yang mengikuti saya.
Mengapa tidak di rumah dan nikmati hidup mu? Jadi saya tak perlu lama menunggu
antrian. Meski begitu, mereka baik-baik. Saya jadi merasa ada. Terima kasih.
Kalau kamu? Apa sudah
saya buat kamu merasa ada?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar