Hai, kali ini saya
tidak jalan sendiri. Saya ajak dia. “Teman masa kecil” saya, meski pun yang
namanya teman itu selamanya. Kami berteman sejak masih duduk di bangku sekolah
dasar. Aneh. Saya sempat suka dengan dia, dulu waktu kecil. Ya, mungkin cinta
monyet, tapi sungguh kami ini bukan monyet. Kami manusia.
Selain teman main, dia
juga pernah jadi teman berantem. Nggak fisik. Cowok sejati gak main fisik sama
cewek. Tapi kami akur lagi. Lucu, kalau diingat-ingat masa kecil dulu, jujur saya
mau mengulanginya. Mungkin akan banyak quality
time tercipta bersama kamu dan teman-teman yang lain.
Saya dan dia jalan ke
sana. Ke tempat yang ramai. Ada yang sedang berbelanja, ada yang sekedar
menyegarkan mata, ada yang hanya nonton bioskop dan ada juga yang seperti kami,
melakukan semuanya. Itu hari pertama kita ketemu sejak 3 tahun pisah. Kamu
tenang saja, saya hanya pindah rumah kok, bukan pindah agama.
Sesudah kita membeli
tiket, saya ajak dia ke tempat yang dia lirik. Saya tau dia penasaran isi dari
toko tersebut. Toko favorit saya, padahal belum saya beri tau dia. Masuk lah
kami berdua.
‘Saya cukup sering beli
barang di sini buat aksesoris kamar.’
‘Hoo iya, bagus bay.’
‘Kamar kamu warna apa?
Pink?’
‘Abu-abu.’ Katanya,
sedikit bingung.
Dia kembali lihat-lihat
seperti orang-orang sebelumnya yang datang ke toko itu. Jangan tanya kenapa
saya tau! Saya hanya pengamat. Kalau kamu? Mungkin sama.
Sembari ia lihat-lihat,
saya ambil salah satu benda favorit saya. Lalu saya pergi ke kasir.
“Eits,
bukan ke kasir toko sebelah.”
Saya beli benda itu.
Benda yang sama, yang ada di jendela kamar saya. Dream Cather. Mungkin tidak seperti roda yang terus berputar
memberi makna kehidupan. Tapi Dream
Cather terus pada tempatnya, pada porosnya, di tengah-tengah. Menyapa kamu
di kamar, disaat kamu pulang dari hari yang melelahkan.
Iya, itu sengaja untuk
dia. Agar saya terus ingat dia. Dan kalau beruntung, agar dia terus ingat saya.
Kenapa begitu? Karena itu akan jadi tanda pertemanan kita. Saya gak peduli
orang mau bilang kalau dia sudah ada di hati saya. Itu kan yang kalian tau.
Tapi yang saya tau dan pahami, hati saya masih sengaja dikosongkan untuk dia
wanita yang tidak pernah saya ketahui. Entah kamu, entah dia, entah siapa pun
itu. Asalkan dapat mengisi ke kosongan saya.
Katanya manusia tidak
ada yang sempurna. Memang. Kalau pun ada, kamu jangan mau jatuh cinta dengan dia.
Karena kita berpasangan untuk saling menyempurnakan.
Cukup. Film sudah mau
mulai. Saya dan dia harus ke studio 6.
‘Popcorn. Sweet.
Medium.’ Itu saya sedang beli popcorn untuk kita makan di bioskop.
’Totalnya 50.000.’
‘Neh!’ nggak! Nggak
gitu kok saya ngomongnya, he he he. Itu bercanda.
‘Gak beli minum?’
katanya ke saya.
‘Oh iya, ntar serek ya..’
‘Mba aqua botol 2.’
Katanya memesan. Kami tidak suka minuman bersoda.
‘Neh!’ saya bayar ke
kasir. Tenang, dialog saya bayar ke kasir gak begitu kok. Tapi begini ‘Nih,
makasih ya..’
Kami nonton sebentar.
Nanti saya lanjutin lagi tulisan ini.
.....
Selesai deh nontonnya.
Sebentar ya? Iya iyalah. Saya gak mau buat kamu nunggu sampai dua jam.
Selesai nonton kami
duduk di sana. Di tempat yang pernah saya duduki bersama ibu saya. Sekedar
cerita, lalu kami pulang.
Saya kurang tau pasti
dia senang atau nggak, tapi saya harap banyak yang senang atas hasil karya
saya. Cukup untuk jadi orang aneh hari itu. Saya cuma mau buat mereka merasa
gak kesepian. Kadang butuh bersikap badut untuk membuat seseorang tertawa walau
sebenarnya itu bukan kita. Tapi bagi orang yang mencintainya, tertawanya sangat
berharga.
Oya, saya belum
kenalkan dia ke kalian. Panggil saja dia Fira. Jangan panggil dia “sayang”
karena kata “sayang” tidak untuk diucapkan tapi dilaksanakan. Jangan juga
panggil dia mawar karena itu mirip nama samaran pengedar bakso boraks di tv
sebelah.
Saya Bayu Bintang Setya.
Selamat menikamati patah hati. Salam santun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar