Ibu

Kali ini saya mau mengenalkan kepada kalian. Wanita yang punya nama, tapi malah kita sebut nama yang lain.

“Entah itu nama atau benar sebutan, saya belum menemukan hasil riset yang pasti. Meski pun saya tidak membutuhkannya.”


Saya belum begitu tau apa yang membuat wanita ini memiliki rasa yang sangat kuat, bahkan kalah dengan rasa rendang yang katanya makanan terenak di dunia.

“Entah nomer berapa, saya tak begitu memerhatikannya.”


Tapi satu hal yang saya tau, saya sayang dengannya melebihi sayang saya kepada si Cinta. Bukan! Maksud saya bukan Dian Sastro yang memerankan Cinta di Film AADC (Ada Apa Dengan Cinta Civil War), melainkan si Cinta yang saya maksud .......

“Ah! Nanti saja saya kenalkan, sekarang dia sedang tidur.”


Tapi meski pun dia sekarang sedang tidur, atau mungkin sedang baca tulisan tentang wanita yang akan saya kenalkan kepada kalian ini, saya tetap akan melanjutkan cerita ini. Jadi, baca baik-baik! Jangan baca jahat-jahat, karena saya percaya kamu orang yang baik. Baiklah, daripada tulisan ini berisi dengan permainan kata-kata, saya akan lanjutkan cerita yang sesungguhnya.

Wanita ini bernama Yuli Purnama, dia merupakan manusia yang perpangkatkan “IBU”, namun biasa saya panggil Mama. Kalau saya minta makan, saya panggil Mama, kalau mau minta uang juga saya panggil Mama. Tak ada lagi. Karena saya tak mau meminta uang ke ia, biarlah uangnya untuk dirinya dan masa tuanya. Saya masih bisa cari cara lain dan tentu saja cara itu halal, kamu tak usah khawatir. Tapi terkadang tanpa saya minta, ia berikan sebagian uangnya untuk saya, katanya untuk pegangan. Padahal yang saya pedulikan adalah pegangan dari ia, Ibu yang saya sayang. Karena dengan pegangannya, ia tuntun saya pada dunia penuh kasih sayang dan cinta. Jujur, saya tak butuh uang, saya hanya butuh ia tetap hidup dan terus menyemangati hidup saya. Saya hanya butuh uang dari Papa, he he he. Ok, saya mau menangis melanjutkan tulisan ini. Beri saya waktu 15 menit.



Selesai.

Sudah 15 menit. Jangan komen! Saya tak mau buat kamu menunggu.

Ibu, dia selalu mengajarkan kasih sayang, kesabaran, kejujuran dan berbagai macam hal yang selanjutnya saya ajarkan kepada adik saya, Syahira, dan kepada si Cinta. Bagi saya itu penting, karena hal itu yang membuat saya memiliki rasa cinta yang begitu besar. Besar, kata saya begitu. Saya mengklaimnya seperti itu, sebelum diklaim oleh negara lain.

Kenangan saya dengan beliau begitu banyak. Dari kecil saya sudah sering dengannya karena ayah saya sedang jauh. Jangan tanya kenapa, karena saya akan jelaskan nanti di cerita selanjutnya. Setiap saya melihat Ibu, selalu hati terasa teriris, seakan saya rasa apa yang ia rasa. Hal itu juga yang mendasari saya untuk memeluk dia selagi hidup. Biar dia tau bahwa saya sedang berjuang membahagiakannya lebih dari pria-pria yang sebelumnya. Kami jarang berbicara lewat telpon karena menurut saya itu tak akan bisa menuntaskan rasa rindu saya. Melihat dan mendengarnya lah baru bisa. Oh, Cinta, jika kamu baca tulisan ini, pahami lah aku sangat mencintainya, dengan mu kita buat dia beserta ibumu bahagia. Jangan tanya mengapa ibumu juga! Karena Ibu mu juga Ibu ku. Jadi, bahagiakan lah dia. Lalu bagaimana dengan mu Cinta?

Kamu juga akan aku bahagiakan. Lebih dari pria-pria sebelumnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar